Peristiwa5 Juli Isaac Newton menerbitkan Philosophiae Naturalis Principia Mathematica Buku ini mungkin adalah salah satu buku terpenting dalam ilmu fisika Kelahiran Kematian Peristiwa Kerajaan Buleleng di kalahkan oleh pasukan Belanda dalam pertempuran sengit di benteng Jagaraga Buleleng takluk di bawah pemerintah kolonial Belanda Punjab India
Nezar Patria tak mengira bakal diculik aparat rezim tiranis. Saat hari sial 20 tahun dahulu itu menyergah, usianya belum lagi 28. Rasa terharu dan terketuk nomplok gelambir. Maut berkelebat di benak. “Masa diambil, enggak ada yang adv pernah. Batin kembali waktu itu merasa bahwa apa yang ditakutkan terjadi. Seperti melihat mendung dan menduga apakah hujan atau bukan, dan beliau merasakan ini hujan abu betul datang. It happens,” ujarnya, Paru-paru 9/5/2018, tentang malam 13 Maret 1998. Ingatan mengenai gambar-gambar terperinci penyiksaan terhadap “momongan-anak Korea Daksina, momongan-anak di Palestina, anak asuh-anak di Filipina yang melawan Marcos” nan perikatan dibacanya rempak berebut ke permukaan. Semua tulang beragangan melulu memproyeksi kesakitan. “Kalaupun disikat, dieksekusi, nan lain sakit gimana caranya. Yang cepat aja. Mungkin ditembak. Tapi, katanya kalau ditembak 10 detik masih terasa ngilu. Seandainya disayat-sayat, itu lindu banget. Lamunannya kadang kala sejenis itu,” katanya. Engkau dan tiga rekannya–Mugiyanto, Petrus Bima Anugrah, Aan Rusdianto–baru lalu 10 musim di lokasi penculikan, ialah ubin dua Rumah Susun Klender, Jakarta Timur. Mereka semua anggota Solidaritas Mahasiswa Indonesia bagi Demokrasi SMID yang usai Peristiwa 27 Juli 1996 diburu aparat. Kisah tentang saat penculikan tersebut kekal dalam kesaksian tertulis. Nezar mengetik kesaksian itu dengan komputer jinjing yang dipinjamkan organisator KontraS, almarhum Munir Said Thalib, sehabis dilepas dari bui . Pada 7 Juni 1998, dia menyiarkan pembuktian itu kepada khalayak dalam program jumpa pers di maktab Yayasan Rang Bantuan Hukum Indonesia YLBHI. Testimoni kebal urut-urutan penculikan dan detail penyiksaan. Proses ambil-paksa yang tidak bertele-tele tereka gamblang. Begitu pun bodi para penculik empat praktisi merangsek ke kamar; empat anak adam tak dikenal yang mengaryakan penutup penasihat; empat oknum yang lantas menggeretnya–pun Aan–ke arah jip ber-AC. Catur yang lantas diketahui merupakan bagian berusul Cak regu Mawar, Komando Pasukan Spesial. Gari meringkus tangan mereka. Tiras hitam, indra penglihatan mereka. “Nada diputar sepan gigih” hingga menafikan kuping dua sejawat itu untuk membikin sketsa mental lalu-lintas di kronologi. “Ada kepasrahan nan luar absah,” kata pria kelahiran Sigli, Aceh, pada 1970 itu mengenangkan. “Betul-betul enggak berkemampuan. Sambil membayangkan semoga terserah kehebatan, mukjizat-mukjizat. Kiranya Soeharto besok mati. Semoga Soeharto besok tumbang dan semua ini nongkrong”. Faktanya, Soeharto baru saja ditetapkan andai presiden n domestik Sidang Umum Majelis Permusyarawatan Rakyat SU MPR pada 10 Maret 1998. Itu kali ketujuh dia memimpin Indonesia. Kalau tak memanjang sreg 21 Mei 1998, Soeharto kelak memerintah hingga 2003. Nezar Patria karenanya hanya bisa “berdoa dan berzikir”. Selama dua tahun mendekam internal gedek penindasan, tubuhnya niscaya berkali-boleh jadi memproduksi dan menggudangkan rasa sakit. Dan mungkin, sempelah remai pada raga itu habis hingga bertahun-musim berikut. Keadaan yang sungguh lumrah, menghafaz teoretis penindasan nan masin lidah. Berikut secuil etape penyiksaan itu, seperti terimbuh n domestik validasi “Sebuah benda terasa menempel di betis dan paha saya, dan sebuah aliran listrik yang patut langgeng meruntun seluruh trik bodi saya. Saya berteriak “Allahu akbar!” sambil membantut rasa sakit yang luar biasa. Diseminasi listrik itu menyerang bertubi-tubi, sehingga tubuh dan kursi yang saya duduki bergeletar. Saya merasa sebuah tendangan berkanjang menghantam dada saya sampai saya terjengkang ke pantat dan kursi bekuk wadah saya duduk makara ringsek.” Pada Minggu 15/3/1998, ikatan penyiksaan “di tempat X”, lokasi yang dia istilahkan sebagai “kuil penindasan Orde Baru”, bangunan nan lantas diketahui terdapat di Cijantung, dihentikan. Dia cuma alpa semangat rekan-rekannya seperti mana Mugiyanto, Aan, dan juga Herman Hendrawan yang juga diculik dan dibawa ke lokasi penyekapan. Lebih lagi, nama disebut terakhir hingga waktu ini masih hilang. Bagi Nezar, Herman–sekali lagi Petrus Bima Anugrah–merupakan dua manusia yang paling intim dengannya di antara mangsa penculikan tidak yang tak tandang sekali lagi. Keduanya dari Universitas Airlangga, Surabaya. Bersumber Cijantung, Nezar Patria menuntut ganti rugi episode baru. Dia dijebloskan ke penjara isolasi di kwartir Kepolisian Daerah Metro Jaya. Pihak berhak mengenainya dugaan tindak pidana subversi. Di sana, tubuhnya tak sekali lagi mengakui azab. “Kurungan di basement. Blok buat perompak-perompak kelas berat kayak pembunuh, perampok. Tapi, di sel sebesar itu, kami ditempatkan sendirian,” tutur pejabat redaksi The Jakarta Post langsung anggota Dewan Pers itu. Kamar prodeonya diimpit kurungan-lokap bromocorah. Tapi, di situ tahanan strategi dianggap berkasta tingkatan. Perasaan segan lapangan-lapangan terbit intern diri tahanan enggak. Rasa hormat baginya mewujud n domestik bentuk sapaan rutin, walau sahaja kata “pamit”. Bahkan, anak adam di sebelah lokap Nezar, yang dikurung setelah “ranggah seorang anggota TNI sampai meninggal”, afiliasi mengangsurkan kepadanya makanan tentengan dari pembesuk. Puas dasawarsa 1990-an, Nezar Patria, 47 hari, aktif mengalir di pelbagai organisasi mahasiswa. Saat aparat rezim Suharto menculiknya pada Maret 1998, dia menjabat Sekretaris Jenderal Kesetiakawanan Mahasiswa Indonesia kerjakan Demokrasi SMID. Bismo Agung / “Saya buka nasi bungkus hangat itu. Isinya semur jengkol. Di daerah saya, bukan normal itu, jengkol atau pete. Tapi, pasca- saya cicipi, rasanya kayak kentang. Itu makanan terenak nan pernah saya makan di sel itu. Ha-ha-ha,” katanya. Dia sejumlah mayapada di penjara terbalik-balik, “yang kita kira jahat, kok bintang sartan baik. Yang kita kira baik, kok buas”. Persis puisinya nan berjudul “Di Video Game”, ditulis puas 2022 Jiwa hanya sehimpun piksel/baik dan jahat bertukar wadah/dengan pengunci bukan mohon dikenang. Setelah dua wulan mengendon dan kurang sebulan sebelum dibebaskan, Nezar Patria mendengar lagu “Ringgis Anak uang” diputar radio. Firasatnya mengatakan ada mahasiswa mati. Dugaan itu enggak salah. Tes lelayu diberikan penjaga blok interniran. Air matanya sontak meleleh. Lebih semenjak sepekan kemudian, radio yang sebanding melantangkan maklumat lain. Kali ini, berita pengunduran diri Soeharto. Manah Nezar Patria campur aduk. “Aku sih penginnya ada di situ menyinkronkan mahasiswa, karena itu Soeharto tumbang bahkan nan sudah lama ditunggu-tunggu,” ujarnya. Zaman bergerak Jalan yang kelak memandu Nezar Patria berhadap-pangkuan serampak dengan wajah rezim yang nilik kekerasan bermula puas 1989. Pada tarikh itu, Aceh mulai dikenai status Daerah Operasi Militer Gereja oleh pemerintah pusat. Kebijakan tersebut merupakan respons atas persuasi Gerakan Aceh Merdeka GAM menuntut otonomi berpunca Indonesia. Nezar bilang, Aceh tidak nyaman. Kekerasan di mana-mana. Mahajana pening. Tambahan pula, dia pernah diminta koteng tetangga lakukan melepas kaus oblong bertulis “Texas A&M University” saja karena ada singkatan A&M, yang dapat dibaca sebagai Aceh Merdeka. “Tapi, kami enggak pernah tahu bagaimana narasi sememangnya. Semua orang takut,” ujarnya. Merasa kalam semacam lompatan, di perian itu pula dia bertolak ke Yogyakarta–kota nan dipilih semata karena dia jatuh cinta penulis-katib berdomisili di sana, terdaftar Emha Ainun Nadjib. Di kota itu, dia berkuliah di Fakultas Filsafat Perguruan tinggi Gadjah Mada UGM. Di kota itu pula Nezar karenanya tahu banyak tentang apa yang sememangnya terjadi di petak kelahirannya. Berpangkal gegana kesultanan ke udara sultanat. Waktu membuktikan situasi Yogyakarta lebih pas bikin Nezar belia untuk menajamkan olah pikir dan membangun kecakapan berorganisasi. Dengan serta-merta, dia menyatu ke beberapa perkumpulan kemahasiswaan seperti Jemaah Shalahuddin UGM 1990-1991 dan Biro Pers Mahasiswa Filsafat UGM, Pijar 1992-1996. Sira juga mengikuti Kerubungan Studi Plaza Fisipol UGM. Persuaan dengan banyak orang dan gagasan lantas membawanya ke ranah aktivisme garis haluan. Segalanya diawali perjumpaan dengan Andi Munajat, sosok penting yang membangun gerakan kerakyatan di Yogyakarta. Andi berarti internal pendirian keramaian ekstrakampus progresif, Kebersamaan Mahasiswa Indonesia buat Demokrasi SMID, poyang Partai Rakyat Demokratik PRD. “Ia orang unik, tidur di Sekretariat Kampus. Selalu dukung tas kecil isi peralatan mandi. Sira nan bilang ke saya, Jangan cuma baca buku aja, berputar dong. Semua hamba allah bisa baca buku, tapi dunia ini berubah’,” katanya adapun tokoh Mercu tersebut. Plong 1993, Andi Munajat merupakan Sekretaris Jenderal SMID hasil rapat kerja di Yogyakarta. Setahun kemudian, posisi itu diduduki Fernando Manulang. Nezar Patria kebagian menempati pos politis tersebut pada 1996. Usai Orde Hijau jebluk, Nezar Patria mengidas menjadi juru kabar. Dia afiliasi berkreasi cak bagi Tempo, dan CNNIndonesia. Kini, dia pemimpin sidang pengarang di media beristiadat Inggris di Jakarta, The Jakarta Post. Bismo Agung / Terbit sudut pergerakan mahasiswa ketika itu, SMID menjadi semacam jawaban atas tidur panjang operasi mahasiswa menyusul garis haluan Normalisasi Umur Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan NKK/BKK yang diluncurkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Daoed Joesoef, plong pengunci dekade 1970-an. “Musim itu suasananya sangat politis, dulu intelektual. Suka-suka gairah, ada sesuatu. Dan itu semua dirasakan oleh semua mahasiswa. Mulai ’90 lah, auranya sudah aura gerakan, bahwa kita harus membentuk sesuatu,” ujar Nezar. Orde Baru, menurutnya, “mulai merentang pembusukan diri”. Awam kian terdidik, tapi belum tentu bisa mendapatkan posisi strategis tersebab maraknya kronisme. Kritik ditampik dengan diktator. Di kemudian waktu, sejumlah media berwibawa seperti Tempo, Detik, dan Editor dibredel. Lalu, “tutul miring memusat gerakan yang kian betul-betul–karena taruhannya, kerakyatan alias tenang,” sebut Nezar, adalah kerusuhan 27 Juli 1996 yang dikenal dengan akronim Kudatuli. Pada tanggal itu, kantor DPP Puak Kerakyatan Indonesia nan dikuasai pendukung Megawati Soekarnoputri diambil alih secara paksa oleh partisan Soerjadi. Pendudukan dibantu aparat kepolisian dan TNI. Peristiwa itu membuahkan kerusuhan di sejumlah kawasan di Jakarta Pusat. Beberapa media dan gedung gosong. Pemerintah mengumumkan PRD inisiator kerusuhan. Ketua umumnya saat itu, Budiman Sudjatmiko, ditangkap. “Sejak itu, kami turut DPO daftar pencarian orang dan mulai bergerak dengan syarat-syarat underground. Ubah KTP. Tanda ganti. Ada banyak nama. Di tiap kota beda-selisih,” katanya. Saat menjadi buron salah satu pemerintahan terkuat Asia, Nezar Patria terputus sangkut-paut dengan orang tuanya. Jika ingin berinteraksi dengan mereka, sira mengaryakan perantaraan Siti Murtiningsih, perempuan yang waktu ini menjadi istrinya. “Selama dua periode itu 1996-1998, boleh dibilang ketemu Siti mungkin cuma dua-tiga kali perian saya ke Jogja. Atur perjumpaan di mana, gitu. Itu pun cuma sebentar. Tidak sampai satu jam,” ujarnya. Reformasi kekesalan Nezar Patria mengidas menjadi wartawan usai menerobos perian-tahun penuh gejolak, dan patok historis bernama Reformasi. Anda pernah berkarya di D&R, berkarier di majalah Tempo, timbrung mendirikan masa ini, dan masuk meraun Pada 2008-2011, beliau ketua umum Kombinasi Jurnalis Independen AJI, organisasi profesi nyamuk pers yang samar muka pada 1994 sebagai perlawanan peguyuban pers Indonesia atas ketidakadilan rezim Soeharto. Setelah nonblok dari narapidana puas 1998, Nezar Patria menanggalkan jubah aktivisme dengan panjang usus, seraya tetap menyimpan pelbagai jurus politik yang direngkuhnya saat bergiat di tanah lapang. Pada titik tertentu profesinya, jurus-jurus itu justru berguna. “Meliput politik, kita kayaknya lebih tahu jeroannya gimana. Secara instingtif, kita juga makin terasa mana yang palsu atau genuine,” ujarnya. Sudah sedemikian itu, intuisi untuk melihat situasi tertentu juga lebih radikal. “Apakah ini rekayasa, apakah ini genuine. Dengan cepat, kita bisa menciumnya,” katanya. Sejenang lagi, dia mungkin bakal dicap penyair. Sebab, kiat kumpulan puisinya hendak dilempar ke pasar. Berbekal pengalaman bak aktivis dan beritawan, Nezar Patria berani berkata bahwa momen ini Perombakan malah mengapalkan “lebih banyak kekecewaan,” di luar persilihan bermanfaat intern beberapa ihwal, semisal, “kebebasan pers” maupun “kemerdekaan berpolitik”. Putra Sjamsul Despotis, pemimpin publik Atrium Indonesia, itu mengungkai suatu masalah yang hingga kini masih kuat menjerat Indonesia ketimpangan. “Segala gunanya kebebasan kalau lembah antara mereka yang dapat mengakses keberlimpahan besar. Sementara kelompok lain untuk dapat kesehatan yang baik aja musykil. Momongan-anak stunting masih banyak di Indonesia timur. Air bersih runyam. Akses ke pendidikan jomplang,” kata Nezar. Selain itu, sebagai keburukan lain, dia memandang kian banyak orang nan masa demi hari kian menjarang dari logika hidup bersama perumpamaan “sebuah nasion, sebuah bangsa Indonesia”. “Kok sekarang sederajat yang berbeda itu semakin tajam perbedaannya, kebenciannya. Saya buncah masa sekarang ini bahkan makin buruk keadaannya terbit, misalnya, sebelum merdeka dan masa-tahun Orde Lama dan Orde Mentah,” pembukaan figur yang boleh menangis saat mendengar lagu “Indonesia Raya” itu.
Filmyang menyiratkan situasi politik dan kekerasan pada masa rezim Orde Baru, ini menampilkan sejumlah adegan kekerasan dan hubungan romansa orang dewasa. LSF mengklasifikasikan film ini untuk penonton usia 17 tahun ke atas. Seorang pria dalam pelarian ditemukan dan dirawat di sebuah kuil di Burma. Ia mengalami amnesia (hilang ingatan
– Laut Bercerita merupakan sebuah novel karya Leila S. Chudori yang menceritakan kisah para aktivis di tahun 1998. Terinspirasi dari cerita kawannya, Nezar Patria, Leila akhirnya menjadikan kisah kawannya tersebut menjadi sebuah novel fiksi. Novel ini berawal dari tulisan sebuah majalah di Tempo edisi khusus Soeharto yang berjudul “Di Kuil Penyiksaan Orde Baru”. Dalam tulisan tersebut Leila mewawancarai Nezar Patria yang merupakan aktivis korban penculikan 1998. Di tahun 1997, Nezar Patria juga menjadi salah satu aktivis Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi yang selamat dari penyekapan orde baru. Dari sana, Leila menelusuri kisah para aktivis korban penculikan lainnya lalu menuangkannya menjadi sebuah novel yang berjudul Laut Bercerita. Leila menggambarkan sosok Biru Laut yang merupakan pemeran utama dari novel tersebut. Berlatar belakang di masa Orde Baru, Biru Laut digambarkan sebagai tokoh sentral, yang tidak hanya hadir sebagai seorang aktivis namun, Leila juga menggambarkan sosok Laut sebagai seorang teman, sahabat, kekasih, sebagai kakak, dan seorang anak. “Jadi dalam tokoh itu Biru Laut ada macem-macem orang, banyak sekali sumbangan dalam tokoh itu. Termasuk saya sendiri juga ada di dalam situ kalau berbicara makanan," ucap Leila dalam acara Diskusi dan Nobar Laut Bercerita. Di samping itu, Leila juga menuliskan kisah para keluarga korban yang merasakan kekosongan juga kebingungan saat salah satu anggota keluarganya hilang tanpa ada kabar maupun kepastian. Apakah mereka masih hidup atau tidak? Dan jika masih hidup, di manakah keberadaan mereka? Pertanyaan-pertanyaan tersebut terus menghantui hati para keluarga korban. Selain itu, novel ini juga dibumbui dengan kisah romansa antara Biru Laut dengan kekasihnya, Ratih Anjani. Kehidupan keluarga Biru Laut digambarkan sebagai keluarga yang harmonis dan hangat. Kedekatan Biru Laut dan adiknya, Asmarajati menjadi kunci jalannya kisah novel Laut Bercerita. Pada tahun 2017, novel karya Leila S. Chudori ini diproduksi menjadi sebuah film pendek. Dengan berdurasi 30 menit, film pendek ini diperankan oleh Reza Rahardian sebagai tokoh pemeran utama, Biru Laut, dan Dian Sastrowardoyo sebagai kekasih Biru Laut, Ratih Anjani. Dalam acara Diskusi dan Nobar Laut Bercerita, Gita Fara, selaku produser film pendek ini mengungkapkan bahwa persiapan yang dilakukan oleh tim produksi memakan waktu selama tiga bulan, “Di tahun 2017 kita syuting, dan persiapannya kita memakan waktu sekitar tiga bulan," kata Gita. Sementara itu, dalam melakukan persiapan tim produksi juga melakukan riset terhadap bentuk juga suasana penjara bawah tanah tempat para aktivis disekap, “Kita melakukan riset, seperti apa sih penjaranya. Tapi risetnya tuh berdasarkan ceritanya mbak Leila,” tambah Gita, Sutradara film pendek Laut Bercerita. Jika ditilik lebih dalam, kisah di novel fiksi ini menjadi pengingat sebuah peristiwa yang telah terjadi di masa lalu, yang belum pernah diungkapkan dan diceritakan dalam beberapa mata pelajaran sejarah di sekolah-sekolah. Melalui karyanya, Leila S. Chudori menyampaikan bahwa perjalanan panjang para pendahulu di masa lalu harus mempertarungkan nyawa dan bahkan dihilangkan demi mencapai masa depan yang dapat kita rasakan seperti sekarang. Novel Laut Bercerita juga menjadi sebuah peringatan kepada pemerintah untuk bertanggung jawab terhadap hilangnya para aktivis saat itu yang hingga kini belum terpecahkan dan masih menjadi misteri. Dian Sastrowardoyo mengatakan, bahwa kisah dalam novel ini dapat menguras emosi yang dalam, “Novel ini membolehkan kita untuk berempati terhadap keluarga yang kehilangan, tanpa kejelasan kemana mereka perginya dan di mana hilangnya.” Dian juga menambahkan, sebagai masyarakat yang kini dapat merasakan kebebasan, kita dapat melakukan kontribusi kepada keluarga korban, “Kalo kalian merasa berempati dan merasa harus ada yang kalian lakukan, kalian bisa ikut aksi kamisan yang setiap minggunya selalu dilakukan di depan Istana,” pungkasnya.
RT@gapentingxx: @literarybase Laut Bercerita itu bukunya ditulis berdasarkan kisah nyata dari pengalaman Nezar Patria dkk, bedanya, sampai hari ini Nezar Patria masih hidup dan aktif di bidang jurnalisme. Dibawah ini gua sertakan link tentang
Origin is unreachable Error code 523 2023-06-14 175523 UTC What happened? The origin web server is not reachable. What can I do? If you're a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you're the owner of this website Check your DNS Settings. A 523 error means that Cloudflare could not reach your host web server. The most common cause is that your DNS settings are incorrect. Please contact your hosting provider to confirm your origin IP and then make sure the correct IP is listed for your A record in your Cloudflare DNS Settings page. Additional troubleshooting information here. Cloudflare Ray ID 7d74718fdc0a0eaa • Your IP • Performance & security by Cloudflare
Keduanyapernah sama-sama bekerja di majalah TEMPO. Tulisan itu kemudian terbit di edisi khusus majalah TEMPO dengan judul menggetarkan: “Di Kuil Penyiksaan Orde Baru.” Saya menuju tumpukan majalah di rumah, mencari edisi yang memuat tulisan tersebut, edisi pasca-kematian Soeharto pada 27 Januari 2008.
Home Data Center Arsip Majalah Teks Di Kuil Penyiksaan Orde Baru Edisi 50/36 / Tanggal 2008-02-10 / Halaman 88 / Rubrik LIPSUS / Penulis Idrus F. Shahab, Wenseslaus Manggut, Budi Setyarso PERISTIWA itu terjadi sepuluh tahun lalu, tapi semuanya masih tetap basah dalam ingatan. Kami berempat Aan Rusdianto, Mugiyanto, Petrus Bima Anugerah, dan saya adalah anggota Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi SMID. Baru sepuluh hari kami bertempat tinggal di rumah susun Klender, Duren Sawit, Jakarta Timur itu. Tak seorang tetangga pun tahu bahwa kami anggota gerakan antikediktatoran. Saat itu, Maret 1998, politik Indonesia sedang panas. Di tengah aksi protes mahasiswa, Sidang Umum MPR kembali mengangkat Soeharto sebagai Presiden RI. Di kampus, gerakan menentang rezim Orde Baru kian marak. Setiap hari, kemarahan membara di sekujur negeri. Kota-kota dibungkus selebaran, spanduk, dan poster. Indonesia pun terbelah pro atau anti-Soeharto. Sejak dituding sebagai dalang kerusuhan 27 Juli 1996 tapi tak pernah terbukti di pengadilan, SMID dan semua organisasi yang berafiliasi ke Partai Rakyat Demokratik PRD dinyatakan oleh pemerinah sebagai organisasi terlarang. Sejak itu, hidup kami terpaksa berubah. Kami diburu aparat keamanan Orde Baru. Maka, tak ada jalan lain kecuali bergerak gaya bawah tanah. Nama asli berganti alias. Setiap kali berpindah rumah, harus menyaru sebagai pedagang buku atau lainnya. Tapi petualangan bawah tanah itu berhenti pada 13 Maret 1998. Malam itu, sekitar pukul tujuh, saya baru saja pulang dari Universitas Indonesia, Depok. Ada rapat mahasiswa sore itu di sana. Aan, mahasiswa Universitas Diponegoro Semarang sudah berada di rumah. Setelah mandi, saya menjerang air. Mugiyanto berjanji pulang satu jam lagi, dan dia akan membeli makan malam. Sementara, Bima Petrus berpesan pulang agak larut. Tiba-tiba terdengar suara ketukan. Begitu Aan membuka pintu,… Keywords - Foto Terkait Artikel Majalah Text Lainnya D Dulu 8, Sekarang 5 2007-11-04Pada tahun pertama pemerintahan, publik memberi acungan jempol untuk kinerja presiden susilo bambang yudhoyono. menurut…
Merelysaid, the neraka rezim suharto misteri tempat penyiksaan orde baru margiyono is universally compatible taking into consideration any devices to read. Neraka Rezim Soeharto-Margiyono 2016-01-22 Tahukah Anda ternyata di sekitar kita terdapat banyak tempat yang dulu dijadikan tempat penahanan dan kamp penyiksaan oleh rezim Soeharto?
Laut Bercerita adalah novel yang lahir diilhami dari tulisan pengalaman nyata jurnalis Nezar Patria di majalah Tempo, Februari 2008, berjudul Di Kuil Penyiksaan Orde Baru. Tulisan itu menyoroti peristiwa penculikan aktivis mahasiswa pada penghujung akhir kekuasaan Orde Baru dengan Nezar Patria sendiri sebagai salah satu korban. Bertolak dari tulisan kesaksian Nezar, Leila Chudori kemudian mewawancarai banyak narasumber selaku korban, seperti Nezar Patria, Rahardja Waluya Jati, Mugiyanto Sipin, Budiman Sudjatmiko, Wilson Obrigados, Tommy Aryanto, Robertus Robet, Ngarto F., Lilik Usman Hamid, dan Haris, Azhar. BACA JUGA Sebut Kabareskrim dan Eks Kapolda Kaltim Terima Suap Tambang Ilegal, Hendra Tunggu Aja Ismail Bolong kan Sedang Dicari Novel yang telah dicetak ulang lebih dari lima puluh tiga kali untuk edisi soft cover dan lima kali edisi hard cover serta telah diterjemahkan ke bahasa Inggris, baru-baru ini memperoleh penghargaan Book of The Year pada perhelatan Indonesia International Book Fair 2022, diselenggarakan Ikatan Penerbit Indonesia IKAPI. Sebelumnya, novel setebal x + 382 halaman ini memperoleh penghargaan dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Novel ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama, dipaparkan dari sudut pandang Biru Laut, mahasiswa UGM asal Solo yang mengisi hari-hari di samping kuliah, dengan menjadi aktivis, fokus kepada persoalan politik, pendampingan korban kekerasan aparat dan kesewenang-wenangan negara. Aktivitas Biru Laut dan kawan-kawan dianggap subversif. Mereka kemudian diburu-buru sehingga harus bersembunyi, menyamar, menggelandang di mana-mana sampai akhirnya tertangkap. Periode penangkapan sekaligus penyekapan menjadi masa horor, tatkala berbagai jenis penyiksaan disetrum, dicambuk, dipukuli, ditelanjangi kemudian dipaksa tidur di atas balok-balok es, dan sebagainya harus Biru Laut dan kawan-kawan terima demi menjawab pertanyaan penting siapa aktor yang berdiri di balik gerakan aktivis dan mahasiswa, saat itu? Bagian kedua, dituturkan dari sudut pandang Asmara Jati, satu-satunya adik perempuan Biru Laut bagaimana dia dan keluarganya menjalani hari ke hari dengan terus menyunggi tanda tanya besar di mana Biru Laut berada? Bagaimana keadaannya? Hidup atau matikah dia? BACA JUGA Ketua RT Kompleks Ferdy Sambo Sakit, Sidang Obstruction of Justice Hendra dan Agus Ditunda Pekan Depan Membaca novel ini dan menyebarkan muatan isi di dalamnya adalah ikhtiar menyebarkan salah satu kasus pelanggaran hak asasi manusia berat di Indonesia, yang hingga kini tak jelas kelanjutan penanganannya? Novel Laut Bercerita ini juga merekam sebagian kecil kesewenang-wenangan pemerintah Orde Baru yang nyaris tak demokratis dalam menjaga dan melanggengkan kekuasaan diktator militeristiknya. Video yang Mungkin Anda Suka.
Penyiksaanjuga pernah dialami oleh Haryanto Taslam. Disebutkan Amien, ia pernah ditahan selama beberapa hari karena mengoreksi rezim Orde Baru. "Dia mengatakan Pak
ERISTIWA it u t erjadi sepuluh t ahun lalu, t api semuanya masih t et ap basah dalam ingat an. Kami berempat Aan Rusdiant o, M ugiyant o, Pet rus Bima Anugerah, dan saya adalah anggot a Solidarit as M ahasisw a Indonesia unt uk Demokrasi SM ID. Baru sepuluh hari kami bert empat t inggal di rumah susun Klender, Duren Saw it , Jakart a Timur it u. Tak seorang t et angga pun t ahu bahw a kami anggot a gerakan ant ikedikt at oran. Saat it u, M aret 1998, polit ik Indonesia sedang panas. Di t engah aksi prot es mahasisw a, Sidang Umum M PR kembali mengangkat Soehart o sebagai Presiden RI. Di kampus, gerakan menent ang rezim Orde Baru kian marak. Set iap hari, kemarahan membara di sekujur negeri. Kot a-kot a dibungkus selebaran, spanduk, dan post er. Indonesia pun t erbelah pro at au ant i-Soehart o. Sejak dit uding sebagai dalang kerusuhan 27 Juli 1996 t api t ak pernah t erbukt i di pengadilan, SM ID dan semua organisasi yang berafiliasi ke Part ai Rakyat Demokrat ik PRD dinyat akan oleh pemerinah sebagai organisasi t erlarang. Sejak it u, hidup kami t erpaksa berubah. Kami diburu aparat keamanan Orde Baru. M aka, t ak ada jalan lain kecuali bergerak gaya baw ah t anah. Nama asli bergant i alias. Set iap kali berpindah rumah, harus menyaru sebagai pedagang buku at au lainnya. Tapi pet ualangan baw ah t anah it u berhent i pada 13 M aret 1998. M alam it u, sekit ar pukul t ujuh, saya baru saja pulang dari Universit as Indonesia, Depok. Ada rapat mahasisw a sore it u di sana. Aan, mahasisw a Universit as Diponegoro Semarang sudah berada di rumah. Set elah mandi, saya menjerang air. M ugiyant o berjanji pulang sat u jam lagi, dan dia akan membeli makan malam. Sement ara, Bima Pet rus berpesan pulang agak larut . Tiba-t iba t erdengar suara ket ukan. Begit u Aan membuka pint u, empat lelaki kekar merangsek masuk. M ereka menyergap dan memit ing t angan Aan. Saya kaget . Sekelebat saya melongok ke arah jendela. Kami berada di lant ai dua, dan di baw ah sana sejumlah " t amu t ak diundang" sudah menunggu. M ereka memakai seibo penut up w ajah dari w ol, t api digulung sebat as t empurung kepala. Wajah mereka masih t erlihat jelas. " M au mencari siapa?" t anya saya. " Tak usah t anya, ikut saja," bent ak seorang lelaki. Set elah mencengkeram Aan, dua lainnya mengapit saya. Kami digiring menuruni t angga. Saya agak meront a, t api dengan cepat seseorang mencabut pist ol. Sekejap, kesadaran saya bicara saya diculik! Dan dua mobil Kijang sudah menunggu di baw ah. Di dalam mobil, mat a saya dit ut up kain hit am. Lalu mereka menyelubungi kepala saya dengan seibo it u. Saya juga merasa mereka melakukan hal yang sama pada Aan. Dompet saya diperiksa. Sial, mereka mendapat KTP saya dengan nama asli. " Wah, benar, dia Nezar, Sekjen SM ID!" t eriak salah sat u dari mereka. ht t p/ / .com Di mobil, mereka semua bungkam. Kaca t ert ut up rapat . Lagu house music diput ar berdebam-debam. Lalu kendaraan it u melesat kencang, dan berhent i sejam kemudian. Tak jelas di daerah mana. Terdengar suara handy t alkie mencicit , " M erpat i, merpat i." Agaknya it u semacam kode mereka. Rupanya, mereka memint a pint u pagar dibuka. M at a kami masih t ert ut up rapat saat digiring masuk ke ruangan it u. Pendingin udara t erasa menusuk t ulang. Terdengar suara-suara orang, mungkin lebih dari 10 orang. Saya didudukkan di kursi. Lalu, mendadak sat u pukulan melesak di perut . Set elah it u, menyusul bert ubi-t ubi t endangan. Sat u t erjangan keras m endarat di badan, sampai kursi lipat it u pat ah. Bibir t erasa hangat dan asin. Darah mengucur. Set elah it u, saya dibaringkan ke velbed. Tangan kiri diborgol dan kaki diikat kabel. M ereka bert anya di mana Andi Arief, Ket ua Umum SM ID. Karena t ak puas dengan jaw aban, alat set rum mulai beraksi. Dengan garang, list rik pun meront okkan t ulang dan sendi. " Kalian bikin rapat dengan M egaw at i dan Amien Rais, kan? M au menggulingkan Soehart o kan?" t anya suara it u dengan garang. Absurd. Saat it u, kami mendukung M ega-Amien melaw an kedikt at oran. Tapi belum pernah ada rapat bersama dua t okoh it u. Saya tak banyak menjaw ab. M ereka mengamuk. Sat u mesin set rum diseret mendekat i saya. Lalu, kepala saya dijungkirkan. List rik pun menyengat dari paha sampai dada. " Allahu akbar!" saya bert eriak. Tapi mulut saya diinjak. Darah mengucur lagi. Sat u set ruman di dada membuat napas saya put us. Tersengal-sengal. Saya sudah set engah t ak sadar, t api masih bisa mendengar suara t eguran dari seorang kepada para penyiksa it u, agar jangan menyet rum w ilayah dada. Saya merasa sangat lelah. Lalu t erlelap. l l l ENTAH pukul berapa, t iba-t iba saya mendengar suara alarm memekakkan t elinga. Saya t ersent ak. Terdengar suara Aan meraung-raung. Ini mungkin kuil penyiksaan sejat i, t empat rit us kekerasan berlaku t iap menit . Alarm dibunyikan t iap kali, bersama t ongkat list rik yang suara set rumannya sepert i lecut an cambuk. Saya juga mendengar jerit an M ugiyant o. Rupanya, dia " dijemput " sejam set elah kami dit angkap. Hat i saya berdebar mendengar dia dihajar bert ubi-t ubi. Sekali lagi, mereka ingin t ahu apa bet ul kami t erlibat konspirasi rencana penggulingan Soehart o. Selama dua hari t iga malam, kami disekap di t empat it u. Penyiksaan berlangsung dengan sangat met odis. Dari suara alarm yang mengganggu, pukulan, dan t eror ment al. Pernah, set elah beberapa jam t enang, mendadak kami dikejut kan t ongkat list rik. M ungkin it u t engah malam at au pagi hari. Tak jelas, karena mat a t ert ut up, dan orient asi w akt u hilang. Selint as saya berpikir bahw a penculik ini dari sat uan profesional. M ereka bilang, pernah bert ugas di Aceh dan Papua segala. ht t p/ / .com l l l Klik. Suara pist ol yang dikokang yang dit empekan ke pelipis saya. " Sudah siap mat i?" bisik si penculik. Saat it u m ungkin mat ahari sudah t erbenam. Saya diam. " Sana, berdoa!" Kerongkongan saya t ercekat . Ajal t erasa begit u dekat . Tak seorang keluarga pun t ahu bahw a hidup saya berakhir di sini. Saya pasrah. Saya berdoa agar jalan kemat ian ini t ak begit u menyakit kan. Tapi " eksekusi" it u bat al. Hanya ada ancaman bahw a mereka akan memant au kami di mana saja. Akhirnya kami dibaw a ke suat u t empat . Terjadi serah-t erima ant ara si penculik dan lembaga lain. Belakangan, diket ahui lembaga it u Polda M et ro Jaya. Di sana kami bert iga dimasukkan ke sel isolasi. Sat u sel unt uk t iap orang dengan lampu lima belas w at t , t anpa mat ahari dan senam pagi. Hari pert ama di sel, t rauma it u begit u membekas. Saya t akut melihat pint u angin di sel it u. Saya cemas, kalau si penculik masih berada di luar, dan bisa menembak dari lubang angin it u. Ternyat a semua kaw an merasakan hal sama. Sepekan kemudian, Andi Arief kini Komisaris PT Pos Indonesia diculik di Lampung. Set elah disekap di t empat " X" , dia t erdampar juga di Polda M et ro Jaya. Sampai hari ini, perit iw a it u menjadi mim pi buruk bagi kami, t erut ama mengenang sejumlah kaw an yang hilang dan t ak pernah pulang. M ereka adalah Herman Hendraw an, Bima Pet rus, Suyat , dan Wiji Thukul. Set elah reformasi pada 1998, sat u regu Kopassus yang disebut Tim M aw ar sudah dihukum unt uk kejahat an penculikan ini. Adapun Dew an Kehormat an Perw ira memberhent ikan bekas Danjen Kopassus Let nan Jenderal Prabow o sebagai perw ira t inggi TNI. Prabow o mengaku hanya mengambil sembilan orang. Semuanya hidup, dan sudah dibebaskan. Pada 1999, majalah ini mew aw ancarai Sumit ro Djojohadikusumo, ekonom dan ayah kandung Prabow o. Dia mengat akan penculikan dilakukan Prabow o at as perint ah para at asannya. Siapa? " Ada t iga Hart ono, Feisal Tanjung, dan Pak Hart o," ujar Sumit ro. Lalu kini apakah kami, rakyat Indonesia, harus memaafkan Soehart o? ht t p/ / .com
Pembantaianini dilatarbelakangi desas-desus yang terdengar oleh Jepang. Kejadian ini terjadi pada 28 Juni 1944, kebencian masyarakat Indonesia pada Jepang memang sangat panas. Pada masa pendudukan Jepang, rakyat pribumi disiksa, jika tidak menurut, dipaksa bekerja, tak punya pakaian, hingga tak bisa makan.
Tulisanitu kemudian terbit di edisi khusus majalah TEMPO dengan judul menggetarkan: “Di Kuil Penyiksaan Orde Baru.” Saya menuju tumpukan majalah di rumah,
Hasilnya sebuah artikel berjudul “Di Kuil Penyiksaan Orde Baru” yang dimuat dalam Edisi Khusus Soeharto, Tempo, Februari 2008 adalah tulisan yang nyaris tanpa penyuntingan. Sebuah cerita yang jujur bagaimana seorang anak muda dan kawan kawannya, yang mengalami horor penyiksaan dari hari ke hari
. by3ag71i7o.pages.dev/745by3ag71i7o.pages.dev/505by3ag71i7o.pages.dev/911by3ag71i7o.pages.dev/96by3ag71i7o.pages.dev/100by3ag71i7o.pages.dev/336by3ag71i7o.pages.dev/347by3ag71i7o.pages.dev/125by3ag71i7o.pages.dev/443by3ag71i7o.pages.dev/530by3ag71i7o.pages.dev/92by3ag71i7o.pages.dev/951by3ag71i7o.pages.dev/256by3ag71i7o.pages.dev/767by3ag71i7o.pages.dev/45
di kuil penyiksaan orde baru